Kasian, Balita Tanpa Anus
Personal News Magazine - Sudah tiga tahun seorang balita bernama Mohamad Yazid Bustomi hidup dengan anus buatan di pinggang sebelah kiri. Saat ini, bocah tersebut butuh bantuan untuk operasi.
Yazid kecil merupakan anak keempat dari pasangan Ayi Iskandar (33) dan Evi Rahmawati (30), warga Kampung Senin, RT 04/RW 02, Desa Nyalindung, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Keluarga penjual martabak mini ini tinggal di sebuah rumah kontrakan yang terbuat dari bilik bambo yang harus disewa sebesar Rp50 ribu setiap bulannya.
Ayi, ayah Yazid, menjelaskan, putra bungsunya itu lahir tiga tahun lalu tanpa anus. Ketidaksempurnaan Yazid baru diketahui dua hari setelah kelahirannya.
"Waktu itu anak saya nangis terus selama dua hari dan tampak kesakitan. Saya panggil lagi paraji (Dukun Beranak di Kampung) untuk melihat kondisi anak saya. Dari situ baru ketauan anak saya tidak punya anus," kata Ayi kepada VIVAnews, Jumat 20 April 2012.
Melihat kondisi ini, ia beserta istrinya segera membawa Yazid ke RSUD Cianjur. Karena keterbatasan sarana yang ada di RSUD Cianjur, Yazid dirujuk ke RS Hasan Sadikin Bandung.
Yasid menjalani operasi dengan pembuatan dua lubang di pinggang sebelah kiri. Satu lubang untuk buang hajat satu lubang lagi untuk buang angin. Ayi nekat membawa anaknya dengan bekal uang pinjaman dari rentenir untuk membiayai operasi dan perawatan selama dua pekan tanpa bantuan dari pemerintah sedikit pun.
Saat ini, kondisi si kecil Yazid semakin menurun. Anus buatan sementara yang dibuat tiga tahun lalu sudah tidak mampu bekerja dengan baik.
Dari hasil pemeriksaan dokter RSUD Cianjur, Yazid harus segera menjalani operasi kedua dengan memindahkan anus ke posisi yang seharusnya. Namun, upaya operasi ini terkendala biaya. RSUD Cianjur hanya memberikan rujukan. Sementara itu, Dinas Kesehatan tidak memberikan apa pun termasuk Jamkesmas dan Jamkesda pada keluarga miskin ini.
"Kami masih punya banyak utang sisa operasi tiga tahun lalu yang belum selesai ke rentenir. Jumlahnya hingga kini masih Rp11 juta yang harus dicicil setiap hari," ujarnya.
"Penghasilan saya hanya sekitar Rp20 ribu hingga Rp40 ribu per hari dari penjualan martabak mini. Saya takut bawa anak saya karena nggak punya uang. Saya sekarang lagi bingung mau minta bantuan ke mana. Kondisi anak saya juga kasihan," tuturnya.
Ayi mencari bantuan ke berbagai kenalan hingga lembaga. Upaya ini mendapatkan pencerahan saat bertemu seorang mahasiswa Cep Junjun Guntara. Junjun (19) sapaan akrabnya membantu dengan melakukan kencleng di kampus untuk memfasilitasi Yazid dibawa ke RS Hasan Sadikin Bandung.
"Kami berhasil mengumpulkan dana untuk sewa mobil dan membiayai Yazid ke Hasan Sadikin," ujarnya.
Mahasiswa yang merupakan aktifis Badan Eksekutif Mahasiswa Cianjur ini berhasil menghubungi dan meyakinkan tim Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana, Andi Arief, untuk membantu Yazid dan keluarga.
"Saya terpaksa melakukan langkah ini karena Pemerintah Kabupaten Cianjur beserta jajarannya tidak peka dan merespons kondisi keluarga ini secara langsung. Hingga hari ini tidak ada bantuan sedikit pun atau petugas yang datang. Bupati hanya sibuk dengan kepentingannya," ujarnya.
Dari komunkasi dengan staf keperesidenan ini, keluarga Yazid dibawa ke RS Hasan Sadikin dengan mobil sewaan yang uangnya merupakan hasil kencleng lintas kelas di Universitas Siliwangi, Cianjur.
"Saya mendapatkan jaminan dari staf Andi Arief akan pembiayaan Yazid selama operasi di Bandung. Saya hanya akan mendampingi keluarga dan membantu proses administrasi di Bandung. Saya mempertanyakan keberadaan Pemda Kabupaten Cianjur yang tidak bisa mengurus warganya," ujarnya.